“Adik, Silahkan Bertanya!”

Berawal dari keputusan untuk menghapus seluruh postingan saya di blog ini, saya memutuskan untuk lebih konkret menulis secara profesional. Well, dalam artian menulis yang tidak berkonten sendu dan melow :p. Menulis memang sudah jadi hobi saya sejak saya diberkahi laptop pribadi oleh emak. Mulai dari menulis laporan tugas akhir, nulis curhat, nulis apapun sampai tiba-tiba counter di halaman admin saya sudah berubah jadi 475 posts.

dan 475 postingan itu kemudian saya hapus semua

Saya berencana untuk memulai sebuah project pribadi. Masih tentang menulis, meski bukan saya tujukan untuk konsumsi saya pribadi (lagi). Berawal dari Surat Sang Adik yang saya terima tahun lalu. Sayang sekali ternyata saya tidak punya back up tentang tulisan yang pernah saya buat sebelumnya tentang dia tapi dokumen surat dari sang Adik masih ada, tersimpan rapi. Lalu beberapa hari yang lalu kembali saya menerima surat ke-tiga darinya. Ternyata sudah tiga surat aja ya. Walaupun kadang saya sempat ragu apakah dia pernah benar-benar membaca surat balasan saya saya senang sekali saat surat ke-tiga nya ini beranak jadi dua halaman A4.

Dia menulis banyak dan panjang sekali, isinya pertanyaan semua. Tahun lalu dia sedang memulai masa SMA nya, bercerita tentang pengalaman ospek sambil dimarahin kakak kelas, juga tugas di SMA yang makin banyak dan berakibat pada kantung mata tambahan. Hehe. Semoga kantong matanya kuat sampai kuliah ya, pikir saya spontan. Setahun sudah berlalu, yang dulu masih bingung tentang ospek sekarang bingung tentang jurusan yang harus dipilih saat kuliah. Banyak kakak kelas yang sharing cerita ini-itu, katanya. Banyak teman-teman yang bilang saya bagus di-A, katanya. Juga celotehannya yang lain.

Saya yang sudah selesai menempuh semua itu, merasa saya bisa memberikan sedikit saran, pengalaman, yang mungkin bisa dia jadikan inspirasi (atau jangan-jangan justru menjerumuskan ya? -,-)  Saya hanya berpikir mungkin saja dia tidak mempunyai kakak, atau mas-mba senior yang bisa ditanya sesuka hati, atau sekedar artikel yang membantunya menjawab pertanyaan yang, bagi yang sudah menjalani tentu sepele tapi buat sang adik bisa bikin galau. Berakhirlah saya dengan ide untuk membuat sebuah blog/page lain tentang “Adik, Silahkan Bertanya!”

Untuk ini, saya harus menampung pertanyaan-pertanyaan dari adik-adik yang mungkin memiliki masalah, baik tentang sekolah, pergaulan sehari-hari, cita-cita, teman/sahabat/geng, tugas numpuk, guru yang galak, apapun! Sedangkan saya akan berperan sebagai author yang bertugas berburu narasumber untuk dikorek masa mudanya dan kemudian dipadukan dalam sebuah tulisan ringan. Banyak kakak-kakak diluar sana yang tentunya bisa berbagi cerita dan pengalamannya. Cerita sukses sampai bisa sekolah dan berprestasi ke negeri seberang pasti juga dulu punya cerita yang sama kan, saya pikir.

Yahh, kira-kira begitulah konsepnya. Memang masih belum detail hehe.

Saya tulis agar saya tidak lupa, nanti dilain waktu akan saya sambung lagi. Dan semoga semakin saya sharing semakin banyak yang bisa memberi saya masukan 😉

note: judul dan nama masih bisa berubah

 

Cerita Tahun 2014: Masa SMA penuh drama retorika

Hari ini saya akan banyak bercerita tentang masa lalu saya, masa dimana semua yang tampak sangat berat dijalani bahkan sekarang terasa sangat indah kalau diingat. Selalu seperti itu, ternyata jika sejenak melihat kembali jejak langkah yang ada, tidak terasa waktu dan perubahan telah terasa sangat nyata. Semakin nyata menyatakan bahwa sekarang saya sudah cukup berumur dan idealnya semakin dewasa dan mumpuni. Entahlah, saya tidak bisa menilai diri sendiri.

Hari ini tanggal 1 November, tepat hari ini pula almamater saya kembali mengulang tahun, SMA N 3 Semarang berulang tahun. Disini saya tidak akan bercerita tentang prestasi atau pencapaian dari almamater saya ini, toh di Wikipedia dan media sosial lainnya sudah banyak haha. Saya hanya ingin mengulang dan memutar sedikit memori saya yang tertaut pada masa sekolah tingkat atas ini.

Saya yang hanya ingin bermimpi selalu bersekolah di tempat yang lebih jauh, dengan ijin Tuhan saya sampai di tanah ganesha itu. Bukan hal yang mudah bertengger dengan sesama satria ganesha lainnya setiap hari di sekolah itu. Apalah saya ini hanya seorang murid tanpa bakat akademik yang signifikan. Dua tahun saya terdampar di kelas unggulan juga tidak membuat saya semakin bersinar. Haha tapi tentu saya bangga karena teman-teman saya lainnya sungguh kinclong tiada terkira prestasinya bahkan sampai sekarang. 10% anak di kelas saya itu juara olimpiade nasional, lainnya udah punya prestasi masing-masing di tingkat kota atau propinsi. Udah bukan levelnya lagi saingan tingkat kelas. Bahkan udah ada yang baca buku Bahasa inggris, sampai saya bingung itu mereka sejak kapan baca kayak gituan. Liat bukunya aja saya baru sekali, bacanya apalagi kagak ngerti dah. Da aku mah apa atuh dari dulu sampe sekarang gini-gini aja, modal asal selamet doang…

Akhirnya saya mencari dunia saya sendiri, dunia olimpiade gak cocok buat saya yang hobi cabut kelas, telat. Ujian aja remidi terus, gimana mau jadi juara olimpiade kan ya. Kadang saya merasa bersalah sama bapak wakil kepala sekolah yang udah masukin saya ke kelas ini, tapi saya udah merengek-rengek minta pindah kelas sampe nangis dan ada adegan sinetron sama mami di kantor tetep aja gak pindah. Baiklah, ini nasib. Mau gimana lagi. Salah bapaknya haha..

Mencari tempat eksis yang lain, saya akhirnya terjerumus ke dunia kepramukaan. Ya sih, dari SD sampe SMP juga eksis nya di pramuka sampe lomba ke Cibubur segala. Tapi entah ini namanya memang nasib, takdir, atau jodoh, saya toh ternyata survive juga menjalani masa-masa training bak tentara di pramuka ini. Kalau dipikir ya kenapa dulu saya mau-maunya aja disuruh guling-guling di lumpur, tanah, sawah, sungai dan entah tempat mana lagi yang belum saya jadiin tempat guling-guling, makan barang aneh bin menjijikan sampe bersumpah gak akan pernah mau lagi liat bubur, bawang, ikan teri, tahu mentah, apalagi nasi yang belum mateng, rela berhari-hari gak mandi, gak tidur, cuma buat di retorika lengkap dengan segala tantangan fisik lainnya. Fyuuuhh.. I’m so strong, don’t you think?

Segala yang saya jalanin di masa yang katanya masa paling bahagia itu penuh dengan ketidaknyamanan. Istilah saya itu semuanya doble kill. Mati di akademik, kecemplung juga di ekskul, gak bisa keluar dari semua lubang itu. Tapi sejelek-jeleknya jalan yang harus saya jalani, selalu ada hikmah yang bisa diambil dan nilai yang disyukuri. Diluar kegiatan sekolah, kehidupan yang lain justru lebih menguras tenaga dan pikiran. Tapi saya bersyukur, bahwa di sekolah itu justru saya ditempa, untuk bisa lebih siap menghadapi terpaan kehidupan yang lain.

Dua tahun sekelas dengan orang-orang terbaik sekota Semarang atau mungkin se-Jawa Tengah, saya belajar bahwa menjadi pintar itu bukan semata-mata instan atau bakat doang. Dibalik setiap cas-cis-cus mereka ada tidur yang harus dikurangi, dan waktu bermain yang dikorbankan. Yang sungguh saya syukuri adalah, betapa mereka orangnya jujur banget, banget, dan banget. Mereka yang nilainya aduhai sempurna itu sama sekali bukan hasil nyontek kanan kiri dan copas seenaknya. No pain, No gain. The best always make the best effort. Dan tentang berpikiran global, mereka yang ada di kelas ini bahkan saat ini sudah ada di track yang sudah mereka impikan sejak lama. Di jalur kesuksesan lengkap dengan idealisme mereka dimasa remaja. Such a persistent community. Disini saya punya rival, saya punya figure yang bisa diperbandingkan. Terbiasa dengan lingkungan seperti itu, ternyata sungguh sangat membantu banget buat saya menjalani hari-hari kuliah di ITB. Kuliah di ITB gak jauh beda sama kelas saya dulu, cuma volume nya jauuuh lebih besar. Kalau dulu Cuma 30 orang, sekarang jadi 3000 orang. Gila. Tapi toh sama aja, sama-sama imba semua hahaha. Anyway, sekolah di ITB kalo gak jujur dan persistent ya bakal kebawa kemana-mana bahkan bisa diculik. Saya sudah terlatih, and it works.

Beda lagi sama jaman kehidupan penuh terror tiap minggu di Pramuka. Entah udah berapa ribu kali saya makan push-up dan hal-hal lain yang menjadikan otot dan tulang saya kekar tahan banting. Kemah satu malam, sampai lima hari pun saya ikutin. Tidur di barak tentara, sampai cuma beralas tanah berselimut ponco saya jalanin. Semprotan panas dingin di depan muka saya juga udah kebal. Hufft.. such a hard road. Tapi pada akhirnya disitu jiwa saya keluar. Saya dari dulu yang cuma diem-diem mesem, bisa jadi orang yang paling garang sedunia. Dari yang yes-man­ bisa berubah jadi orang yang serba mempertanyakan segala. Not in a bad way. I learn a lot about how to recognize my self. But I never realize that until now. Retorika dan agitasi juga bukan melulu masalah kata-kata kasar dan emosi, lebih dari itu disini saya tidak pernah mencampur adukan edukasi dan emosi. Bahwa retorika itu mendidik bukan untuk mempermasalahkan, dan tegas bukan hanya masalah nada tinggi tapi esensi. Wohoo..keren banget sih bahasanya, di bandingin sama ospek yang di ITB hmm.. bisa dibilang masa SMA ini jauuuuuuh lebih kacau beratnya. Mana pernah di agitasi setiap minggu banget selama 2 tahun lebih? Saya inget betul paradox “Diem itu emas, tapi tidak selamanya emas itu berharga.” It doesn’t matter who you are, an introvert or an extrovert, deep inside everybody has thoughts, people just convey it in different way. Listen more to understand, speak out if it’s right, and never be ashamed of being wrong.

Kalo lagi nulis beginian sih bawaannya pasti jadi melankolis mendayu-dayu, tapi gimanapun juga, this school had given me a profound mark of its existence. SMA 3 Jayalah Selamanya~

Cerita Tahun 2012: Kumpul Penulis Bandung

Ini adalah kesekian kalinya saya menghadiri acara yang seru dan bermanfaat tentunya dan pengalaman baru bagi saya. Yaa, kumpul Penulis. Bahkan saya bukan seorang penulis, tapi saya mulai menyukai kegiatan menulis ini. Entah menulis curhatan di blog, nulis opini, atau bahkan nulis galau di twitter. Entah apapun itu saya mulai menyukai proses otak saya menjadi penuh akan luapan kata-kata yang ingin diungkapkan. Menulis membuat emosi saya menjadi lebih stabil. Setiap terdapat kegundahan yang sangat (lebay) atau sedih atau senang yang amat sangat, pasti saya akan mulai menulis dan menulis, dengan begitu emosi saya yang berlebh akan terkontrol dan tersalurkan dengan cara yang lebih baik karena pada dasarnya sesuatu yang berlebihan tidaklah baik bukan?

Baiklah, kemudian menuju acara 😀

Acara seminar dan workshop ini terselenggara selama 2 hari dengan 3 pembicara yang keren dan menginspirasi tentunya. Pertama adalah Bunda Tatty Elmir, lalu Baim Lebon dan Bunda Helvy Tiana Rosa. Sebenarnya nama-nama mereka terdengar sangat asing bagi saya tapi ternyata mereka mampu membuat saya terpukau selama 2 hari tersebut.

Bunda Tatty, saya senang akan salah satu pengalaman beliau yang memperjuangkan hak anak-anak terlantar, anak-anakk yang sangat kurang beruntung, dan beliau teguh dengan keyakinannya itu.

Mas Boim, siapa yang sangka bahwa dia adalah tokoh asli dari Boim yang ada dalam cerita Lupus. Bahwa Boim Lupus adalah Boim Lebon. Dan kocaknya adalah penghalang ngantuk untuk saya selama acara, dan beruntunglah teman saya (tika.red) yang berhasil dapet salah satu bukunya berjudul Sotoy. *masih ngantri baca bukunya*

Bunda Helvy, mengajarkan kita bagaimana cara menulis secara langsung. Dan prestasi beliau sangatlah wow. Beliau yang begitu gigih mengajarkan siapapun untuk bisa menulis, antah itu koki, anak jalanan, buruh pabrik, tidak bolkeh ada yang tidak bisa menulis. Dan ditangan beliau lah judul tulisan yang saya sodorkan bernilai C (what???) hahaha lucu karena judul yang saya buat juga sebenarnya aneh “Berenang di Lingkaran Api” wooooyyy, “Emangnya lumba-lumba yang lagi main sirkus??” -______-

SATU BUKU SEBELUM MATI

Tagline nya mungkin terlalu ekstrem sih, apa pentingnya bikin buku? Lagian saya juga gak terbiasa nulis, dan saya gak yakin tulisan saya akan mungkin buat dibukuin, di muat aja gak berani bayangin hehe. Tapi tapi eh tapi.. Flip-flop, pikiran saya berubah langsung. Saya harus bisa bikin minimal 1 buku yang sampai di cetak. Bahwa jika saya mati kelak, saya gak ingin hanya sekedar meninggalkan nama tapi juga karya. Saya tidak tahu apakah perjalanan hidup saya kelak akan membawa saya menjadi orang yang dikenal oleh orang banyak. Dan jika ternyata tidak, darimana orang akan mampu mengenal saya? Bagaimana orang akan mampu mengenang saya? Satu-satu nya cara adalah melalui tulisan. Curahan kata-kata dalam setiap tulisanlah yang mencerminkan kepribadian kita, menggambarkan sosok diri kita yang abadi dalam kata. You’re what you write